Sejarah Prakolonial Indonesia
Pada
masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia
Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai
Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai
kerajaan dan kekaisaran, kadang hidup berdampingan dengan damai sementara di
lain waktu berada pada kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas
tersebut kurang memiliki rasa persatuan sosial dan politik yang dimiliki
Indonesia saat ini. Meskipun demikian, jaringan perdagangan terpadu telah
berkembang di wilayah ini terhitung sejak awal permulaan sejarah Asia.
Terhubung ke jaringan perdagangan merupakan aset penting bagi sebuah kerajaan
untuk mendapatkan kekayaan dan komoditas, yang diperlukan untuk menjadi
kekuatan besar. Tapi semakin menjadi global jaringan perdagangan ini di
nusantara, semakin banyak pengaruh asing berhasil masuk; suatu perkembangan
yang akhirnya akan mengarah pada kondisi penjajahan.
Sejarah Indonesia memiliki ciri sangat khas, yaitu
umumnya berpusat di bagian barat Nusantara (khususnya di pulau Sumatera dan
Jawa). Karena sebagian besar bagian timur Nusantara memiliki sedikit kegiatan
ekonomi sepanjang sejarah (terletak jauh dari jalur perdagangan utama), hal itu
menyebabkan sedikitnya kegiatan politik. Suatu situasi yang berlanjut hingga
hari ini.
Menuju Pemerintahan Kolonial di Indonesia
Sementara itu, negara-negara
Islam terus berkembang di Nusantara. Di Aceh (Sumatra) Sultan Iskandar Muda
mendirikan kekuasaan besar di awal abad ke-17, mengendalikan cadangan lada dan
timah. Namun, ia tidak pernah berhasil membangun hegemoni di sekitar Selat
Malaka seperti Johor dan Portugis yang merupakan pesaing kuat. Setelah
pemerintahan Iskandar Muda, Aceh mengalami periode panjang perpecahan internal
yang menghentikannya menjadi kekuatan penting di luar ujung utara Sumatera. Di
Jawa Tengah dua kekuasaan Islam baru yang kuat muncul di paruh kedua abad
ke-16. Kekuasaan ini adalah distrik Pajang dan Mataram yang, setelah melalui
perjuangan panjang, berhasil menghentikan dominasi politik daerah pesisir di
utara Jawa. Mataram menjadi dinasti yang paling kuat dan paling lama dari
dinasti Jawa modern, dengan masa pemerintahan Sultan Agung sebagai kejayaan
politik. Sultan Agung berkuasa pada tahun 1613-1646 dan berhasil menaklukkan
hampir seluruh daratan Jawa, kecuali kerajaan Banten di Jawa Barat dan kota
Batavia. Penguasaan Belanda terhadap Batavia adalah ibarat onak/duri di mata
Sultan Agung yang ingin menguasai seluruh daratan pulau. Dalam dua kesempatan
ia mengirim pasukannya untuk menaklukkan kota Belanda ini tapi gagal
kedua-duanya.
VOC dengan cepat menyebarkan kekuasaannya di
Nusantara dan mendapatkan kendali atas produksi cengkeh dan pala di Kepulauan
Banda (Maluku) dengan menggunakan langkah-langkah ekstrim seperti genosida
(pembantaian massal). VOC terus memperluas jaringan pos perdagangannya di
seluruh Nusantara. Kota dan pelabuhan yang memainkan peran sentral dalam
jaringan perdagangan Belanda ini adalah Surabaya (Jawa Timur), Malaka (Malaysia
Barat) dan Banten (Jawa Barat). Meskipun undang-undang VOC pada awalnya tidak
memperbolehkan mengganggu politik internal negara pribumi, namun VOC mengakar
cukup kuat dalam politik Mataram di Jawa Tengah. Setelah kematian Sultan Agung, Mataram
dengan cepat merosot dan sengketa suksesi muncul sekitar akhir abad ke-17 dan
awal abad ke-18. Belanda memainkan taktik memecah-belah dan menaklukkan yang
pada akhirnya mengakibatkan pembagian kerajaan Mataram menjadi empat bagian
dengan penguasanya menjadi tunduk kepada Belanda. Meskipun kedudukan Belanda
masih agak lemah di luar Pulau Jawa, perkembangan politik di Jawa ini dapat
dianggap sebagai tahap awal penjajahan Belanda di Nusantara.
Sumber:
http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/sejarah-prakolonial/item123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar