LINGKUNGAN BISNIS YANG MEMPENGARUHI ETIKA
1. Lingkungan
Bisnis Makro dan Mikro
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan
makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan
yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan
discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya
bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja
atau karyawan. ”Etika bisnis merupakan pola bisnis yang tidak hanya peduli pada
profitabilitasnya saja, tapi juga memerhatikan kepentingan stakeholder-nya.
Etika bisnis tidak bisa terlepas dari etika personal, keberadaan mereka
merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi.
Etika bisnis sesorang merupakan perpanjangan moda-moda tingkah lakunya atau
tindakan-tindakan konstan, yang membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak
orang itu. Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang
diterapkan dalam dunia bisnis. Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa
etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang khusus mempelajari
tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis. Beberapa faktor yang
mempengaruhi harapan publik (etik) pada lingkungan bisnis :
- Physical Kualitas dari udara dan air terjaga
- Moral Keinginan bersikap adil
- Financial malfeasance Banyaknya perbuatan yang memalukan
(skandal)
- Economic Kesalahan memberikan dorongan untuk bangkit
- Competition Tekanan dan dorongan global
- Bad judgement Kesalahan operasi, keringanan bagi kalangan
eksekutif
- Activist stakeholders Etika investor, pelanggan dan
lingkungan
- Synergy Perubahan yang sukses
- Institutional reinforcement Hukum baru
2. Kesaling
Tergantungan Bisnis dan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang
tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut
segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang
ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu
kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang
tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha
belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
3. Kepedulian
Pelaku Bisnis terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap
masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian
latihan keterampilan, dll.
4. Perkembangan
Etika Bisnis
Di akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau
bisnis tidak pernah lluput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis
dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis
, mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit
adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika
bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa
terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan
intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan
identitas sendiri, pertama kali timbul di amerika serikat pada tahun 1970-an.
Untuk memahaminya, menurut Richard De George, prtama-tama perlu membedakan
antara ethics in business dan business ethics. Sejak ada bisnis, sejak itu pula
dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan dengan
wilayah-wilayah lain dalam kehidupan manusia seprti politik, keluarga,
sksualitas dan lain-lain. Inilah etika dalam bisnis, tetapi belum memiliki
identitas dan corak tersendiri.
Sedangkan etika bisnis sebagai suatu bidang tersendiri masih
berumur muda.Untuk memahami etika bisnis De George membedakannya kepada lima
periode: situasi dahulu:berabad-abad lamanya etika membicarakan tentang masalah
ekonomi dan bisnis sbagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lain.
Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut
pandang teologi. Masa peralihan tahun 1960-an, pada saat ini terjadi
perkembangan baru yang dapat disebut sbagai prsiapan langsung bagi timbulnya
etika bisnis. Di amerika serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas penolakan terhadap establishment yang
diperkuat oleh situasi demoralisasi baik dalam bidang polotik, sosial,
lingkungan dan ekonomi. Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Dengan
situasi dan kondisi seperti ini, dunia pendidikan memberikan respon dengan cara
yang berbeda-beda, salah satunya adalah memberikan perhatian khusus kepada
sosial issue dalam kuliah manajemen. Memasukan mata kuliah baru ke dalam
kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial responsibility,
walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika
filosofis. Masa lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong
kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis
sebagai suatu tanggapan atas krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di
Amerika Serikat. Kedua terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.
Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen
dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa
kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu
pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas
Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan
November 1974. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika bisnis mulai merambah dan
berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan
semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah
etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang
bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah
bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional da
nternasional. Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an,
etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional,
internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir
di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang
aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada
universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh
manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian
institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992.
Di indonesia sendiri
pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah
diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula
organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis
misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia)
di jakarta.
5. Perilaku
Etika Bisnis dan Akuntan
Etika adalah suatu hal yang pada mulanya dianggap asing oleh
dunia bisnis. Jika orang bisnis atau siapapun yang “terjebur” di dunia bisnis
membicarakan masalah etika, akan dianggap sebagai orang yang sesat, atau
minimal sinting. Etika hanyalah topik yang layak dibicarakan pada forum-forum
religius atau di tempat-tempat orang yang idealis, seperti universitas atau
kampus. Dan memang, dari dunia akademiklah isu etika bergulir ke dunia bisnis.
Isu etika yang antara lain dicetuskan oleh Harvard Business School pada tahun
1915 terus bergulir menjadi bola salju yang besar. Saat ini di negara maju,
etika tidak lagi sekedar isu yang dibicarakan dalam kelas kuliah, tetapi telah
menjadi suatu persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku bisnis agar tidak
terdepak dari pergaulan bisnis. Etika adalah bagian dari Filsafat. Etika
merupakan kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang benar dan yang
salah dalam tindak perbuatan manusia. Sebab, benar dan salahnya perbuatan
manusia berhubungan dengan prinsip-prinsip yang mendasari nilai-nilai hubungan
antar manusia. Mengapa etika perlu dipelajari? Hal ini dikarenakan kita hidup
dilingkungan di mana kita selain membuat keputusan untuk berbuat, kita harus
menelaah terlebih dahulu apakah perbuatan kita nantinya telah sesuai dengan
cara-cara yang dianggap benar dan sudah digariskan sebagai norma di dalam
masyarakat. Singkatnya, etika merupakan studi tentang benar-salahnya perbuatan
manusia.
Menurut Ilmu Pengetahuan, etika dibagi menjadi dua, yakni
etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip moral dasar,
sedangkan etika khusus membahas tentang prinsip-prinsip dasar pada
masing-masing bidang dalam kehidupan masyarakat. Etika khusus dibagi lagi menjadi
etika individual dan etika sosial. Etika individual membahas tentang kewajiban
manusia terhadap dirinya sendiri, sedangkan etika sosial membahas tentang
kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat (hubungan dengan sesama dan
lingkungan) yang kemudian berkembang menjadi etika politik, etika keluarga,
etika lingkungan, dan etika profesi. Profesi adalah suatu pekerjaan yang
menuntut pengetahuan yang tinggi dan keahlian khusus, seperti dokter, notaris,
akuntan yang selanjutnya disebut sebagai subjek profesional. Subjek profesional
memiliki apa yang disebut sebagai kode etik. Kode etik secara bahasa dikatakan
sebagai sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan manusia.
Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu
profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang
fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan
tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian,
berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang
profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap
dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat
pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang
mendalam. Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis,
dibutuhkan etika profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu
sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika
profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi
akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain
(publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode
etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik.
Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi
akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang
sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia
diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan
prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan
klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode
etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
Sumber:
http://enomutzz.wordpress.com/2011/11/03/perilaku-etika-dlam-bisnis/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
http://sarungpreneur.com/teori-dan-pengertian-etika-bisnis/
Iklan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar